Friday, August 21, 2009

Naik Kereta Api (lagi)

Berhubung kali ini Ayah dapat tugas ke Cirebon, maka Divya dan Ibun ikutan juga deh. Sekalian nengokin Eyang Pa dan Eyang Ma.

Kita emang sengaja gak kasih kabar. Biar surprise gitu.

Kereta Apinya berangkat jam 6 pagi, berarti dari rumah musti jam 5 pagi doong. Setelah taxi datang tepat jam 5 pagi (pake acara nyasar segala tuh), kita berangkat deh ke Stasiun Gambir. Divya masih tidur pulas. Masih pake piyama dan digendong Ibun.

Divya baru kebangun waktu sudah sampai di Stasiun Gambir menunggu kereta api Cirebon Ekspress datang. Keretanya rada terlambat 15 menit sampai di Gambir.


Divya di Stasiun Gambir

Duh, gerbongnya banyak nyamuknya. iih, sebel. Ibun cepet-cepet memakaikan lotion anti nyamuk ke Divya (dari ujung rambut sampe ujung kaki deh. lengkap.). Sepanjang jalan, Divya dan Ayah tidur lagi. Ibun, seperti biasa kalo sudah melek susah untuk tidur.

Setibanya di Cirebon, kita sudah dijemput oleh mobil kantornya Ayah. Mampir dulu ke rumah Eyang Pa dan Eyang Ma untuk drop Ibun dan Divya.

Waktu sampai depan pagar, Om Riva (adik Ibun) terheran-heran lihat ada mobil yang tidak di kenal berhenti depan rumah. Dia pun terkaget-kaget waktu melihat siapa yang turun. Sambil berteriak senang, Om Riva memanggil Eyang Pa dan Eyang Ma.

Yang didalam rumah pun tak kalah bingung. Eyang Ma sampai tidak bisa berkata-kata waktu lihat Ibun menggendong Divya ada di depannya. Apalagi Eyang Pa, yang ada malah melongo.

Bikin surprisenya berhasil! hehehehehe


Divya ngantuk lagi waktu kereta sudah jalan

Friday, August 14, 2009

Car seat & kursi makan

Sebenarnya kami sudah dapat pinjeman car seat dari kakak iparku. Tapi, rupanya pengertian car seat mereka dengan kami itu berbeda ya?? Car seat yang mereka punya adalah tempat untuk mendudukan bayi di dalam ruangan. Karenanya tali pengamannya pun hanya dikaitkan diantara pinggang dan pahanya saja. Tidak ada yang menjaga badannya. Yah, namanya juga dapat dikasih pinjam, kami sudah beruntung sekali bisa dipinjamkan.

Tapi, Divya nolak untuk duduk manis di car seat itu. Bantalan untuk badannya pun terpaksa kami beri tambahan agar lebih empuk. Tidak aneh kalau Divya menolak, aku aja kalau disuruh duduk lama-lama disitu pasti tidak enak.

Jadi untuk beberapa kali kita bepergian, aku duduk di depan sambil memakai kain gendongan dan juga seat belt. Terus terang aku tidak suka tapi Divya rewel terus, kasihan lihat dia menangis karena tempat duduknya tidak nyaman.

Setelah berunding dengan suami, kok kita rasanya tidak adil banget ya ama Divya. Kita bisa duduk di tempat duduk empuk sedangkan dia harus duduk di kursinya yang keras itu. Akhirnya, setelah hitung-hitung dana yang ada, hanya cukup untuk car seat bekas dibawah Rp. 1 juta.

Maka, aku dan suami 'berburu' car seat bekas secara online. Oiya, sebelumnya kami berminat untuk menyewa saja, lagipula sekarang ini banyak tempat penyewaan perlengkapan bayi. Tapi sayang, stok mereka sudah ludes di sewa orang.

Setelah kami mengumpulkan beberapa referensi dan juga melihat-lihat harga yang cocok serta kualitas barangnya lewat foto yang dipasang, rencananya kami akan mendatangi tempat yang menjual car seat bekas tersebut untuk melihat langsung kondisinya.

Suatu hari sebelum kami datang ke tempat penjual car seat bekas tersebut, aku iseng-iseng chatting dengan temanku, Siska. Maklum, namanya ibu-ibu obrolannya ya seputar anak dan aku utarakan kalau aku sedang mencari car seat bekas, siapa tahu Siska punya referensi. Eeehh..malah ujung-ujungnya dia menawarkan car seat bekas anaknya!

Ini namanya pucuk dicinta ulam tiba!

Anaknya Siska, Sebastian atau Tian, kini sudah berusia 4 tahun. Menurut cerita dari Siska, Tian hanya sebentar menggunakan car seat tersebut karena Tian termasuk anak yang aktif. Sehingga orang tuanya tidak berani mendudukkannya di car seat. Lalu, Siska menanyakan apakah kami sudah punya kursi makan? Wah, belum juga. Rencananya akan bertahap kami mencarinya. Karena keterbatasan dana lagipula kursi makan harganya juga lumayan. Jadi selama ini Divya duduk di strollernya kalau waktunya makan. Tidak aneh kalau strollernya jadi kottoooor banget.

Ujung-ujungnya Siska malah menawarkan kursi makan bekas Tian. Kursi makan bayi ini bisa diikatkan dikursi makan. Wah...keren. Aku belum pernah lihat sebelumnya *hihi.. maklum ibu baru jadi pengetahuannya masih terbatas*

Dan pada hari minggu, 8 Agustus 2009, kami bertiga datang ke rumah Siska untuk mengambil barang yang dipinjamkan. Ah senang sekali.

Setelah kembali, car seat dan kursi makan segera dibersihkan. Divya langsung mencoba duduk untuk makan di kursi barunya dan habis 1 keping biskuit! Tentu saja dengan belepotan dan berantakan tapi Divya duduk dan makan sendiri.

Sedangkan car seat, pertama kalinya Divya mau duduk diam dan menikmati pemandangan lewat jendela dan tidak lama kemudian tertidur pulas.... aaahhh senangnya.

Untuk Siska dan kak Tian, terima kasih ya Divya sudah boleh pinjam Car Seat dan Kursi Makannya. Akan dijaga sebaik-baiknya

Thursday, August 6, 2009

Kamera Rusak

Buat yang baca blognya Divya. Maaf ya, kamera poket yang biasanya setia mengabadikan Divya sedang rusak.

Jadi Divya di foto dengan menggunakan kamera HP. Hasilnya pun seadanya.

Semoga cepat bisa diperbaiki kamera poket andalan ibun yaaa..

Monday, August 3, 2009

(curhat colongan) nyari tambahan

Di posting sebelumnya, tentang salah kostum, aku yang penampilannya jadi berantakan setelah berhenti bekerja dan full jadi ibu rumah tangga. Seragam sehari-hari, celana selutut & kemeja, poni di jepit dan rambut di 'untel-untel'. Kalau dilihat-lihat, antara belum dan sudah mandi tidak kelihatan. Sama-sama kucelnya. Namanya juga dirumah.. itu selalu 'pembenaran' yang aku pakai untuk hal ini.

Selain itu, sejak aku berhenti bekerja untuk total mengurus Divya. Otomatis pemasukan keluarga kami hanya berasal dari gaji suami. Bukannya aku mengeluh atas penghasilan suamiku, bukaan banget. Aku hanya ingin memberikan gambaran bahwa kehidupan dari dua sumber kini hanya bergantung dari satu sumber, itu amat mengejutkan. Terutama untuk aku.

Sudah hampir 1,5 tahun aku berhenti bekerja. Selamat itu pula aku berusaha untuk mencari pekerjaan sebagai freelance. Sayangnya, aku belum beruntung. Pengalamanku bekerja selama 12 tahun di berbagai bidang, dan beberapa tahun terakhir sebagai Internal & Corporate Communication ternyata belum dapat membantuku untuk mendapatkan penghasilan dari rumah (bekerja sebagai freelancer).

Beberapa perusahaan malah menawariku untuk bekerja full time. Dengan berat hati aku harus menolak beberapa tawaran perusahan multi nasional dan juga dari head hunter tersebut. Karena aku ingin merawat Divya sendiri.

Aku mencari pekerjaan yang bisa aku lakukan dirumah sambil merawat Divya. Pekerjaan yang tanpa harus meninggalkan Divya berangkat sejak subuh dan pulang tengah malam. Pekerjaan yang bisa membantu keuangan keluarga dan dapat menambah tabungan bagi pendidikan Divya dan kehidupan kami di hari tua.

It sounds too good to be true, right? Tapi aku yakin pekerjaan itu ada. Hanya saja saat ini belum ketemu.

Yang pasti harus terus semangaaatt...

(curhat colongan) I'm in fashion disaster...

Hari ini ada undangan pernikahan salah satu saudara sepupunya suami. Sudah pastinya kami harus datang. Informasi ini sudah diberitahukan sejak 2 bulan yang lalu. Dan aku baru 'ngeh' kalau acaranya sudah dekat .. ya baru kemaren. Karena ibu mertua dan saudara iparku sibuk memilih baju untuk ke acara tersebut. Aku sih masih tenang-tenang saja, sok yakin baju pestaku itu muat.

Tapi kok feelingku rasanya gak tenang ya... makanya aku tadi pagi mencoba baju yang akan aku pakai di undangan pernikahan tadi malam. Berhubung acaranya di Gedung Arsip, aku ingin memakai yang ada unsur tradisionalnya deh. Di kepalaku mulai memadu padan baju yang akan aku pakai... pakai kebaya encim dan kain batik motif pesisir pasti lucu juga..

Lalu aku coba kebaya encimnya dan....... Astaga! kekecilan dibagian dada. Wadoh, bagaimana ini?? Ternyata badanku belum kembali ke asal (sebelum hamil beratku 47kg dan setelah melahirkan beratku 'stuck' di 52kg). Aku masih usaha untuk pasang kancing cepret agar bagian dada tidak terlalu terbuka. Hasilnya, kurang oke. Usaha selanjutnya bongkar lemari dan berusaha mencari baju atasan warna putih yang pas dan pantas untuk ke pesta.

Aha! aku berhasil menemukannya. Walaupun memang harus tahan nafas dalaaaaaaaaaaaaaaaam banget agar bisa ditutup ristletingnya. Hmmmpfff... berhasil.

Waktunya aku harus mandikan Divya untuk siap-siap. Astaga... si cantik Divya tidur dengan pulasnya. Trus gimana doong? Otakku rasanya berhenti tidak bisa berfikir. Ah iya, suamiku janji kalau dia yang akan mandikan Divya, jadi aku bisa dandan dengan tenang.

Jam sudah menunjukkan waktu 16.11 dan suamiku belum juga kembali dari acara reunian dengan teman-teman SMA-nya dulu. Gimana ini? Ya sudah kalau begitu, aku segera mandi dan dandan, mumpung Divya masih tidur. Pas aku selesai mandi, Divya terbangun, oke kalau gitu mandikan Divya dulu baru aku dandan. Aku sudah mulai kesal karena sebelumnya suami yang janji akan pulang cepat tapi nyatanya. Ah sudahlah, lebih baik aku kerjakan sendiri daripada uring-uringan.

Ditengah-tengah aku memandikan Divya, suamiku pulang. Dia sempat menaikkan alis melihat aku belum dandan sama sekali. Akhirnya aku disuruh segera dandan dan suamiku yang ambil alih memandikan Divya. Ok..

Weleh.. waktu kok cepet banget sih berjalannya???
Kami sudah diwanti-wanti untuk berangkat lebih cepat. Nyatanya tidak bisa. Aku terpekik dan mulai senewen karena baju yang aku pakai jadinya ketat, akibatnya kain batik pesisir yang aku pakai dengan stagen jadi aneh, melendung di bagian depan, samping dan belakang, intinyaberantakan keliatannya. Bukan salah di kain dan stagennya tapi bajunya yang jadi aneh karena terlalu pas dibadan.

Aku benar-benar kehabisan ide. Akhirnya, kain songket yang sudah dijahit jadi rok milik kakak iparku aku sambar (padahal rok songket itu kebesaran, aku jadi pakai ikat pinggang agar tidak merosot). Padahal warnanya amat sangat tidak matching dengan aksesoris yang aku pakai malam tadi.

Pasti bertanya-tanya seberapa parahnya pakaianku malam tadi? oke... ini dia..
  • kemeja putih berenda
  • kain songket merah
  • tas vintage bermotif warna coklat
  • kalung etnic dengan batu warna hijau
  • sepatu wedges hitam dengan hak wedges warna krem

Aku jadi teringat waktu aku masih bekerja dan belum menikah, aku sempat heran kalau melihat ibu-ibu yang salah kostum sedangkan anak dan suaminya serasi berpakaian. Rasanya gemes aja gitu, kok ya keliatannya berantakan sekali. Oh.. ternyata aku sudah termasuk dalam golongan ibu-ibu tadi *sigh*

Dan, aku pun tidak bisa tidur. Sekarang sudah jam 2.30 pagi.

Aku mulai membuat daftar apa saja yang harus aku perbaiki:
  • Kesalahan pakai baju adalah gambaran diriku yang tidak lagi memperhatikan dan merawat diriku. Semuanya untuk anak dan suami. Padahal seharusnya aku pun memperhatian penampilan dan merawat diri sehingga anak dan suami ku senang melihatnya.
  • Mulai lagi untuk menata diri dengan jadwal yang lebih teratur. Sejak tidak bekerja, semua jadwal jadi amburadul (baca:tidak ada jadwal lagi, semua seenaknya).
  • Cukup hanya kejadian ini yang terakhir masalah salah kostum. Titik.

Intinya, aku tidak mau lagi pergi ke acara resmi atau acara kumpul-kumpul tapi aku salah kostum dan berantakan. Aku harus lebih bisa menghargai dan merawat diriku.

Aku bisa!


Sunday, August 2, 2009

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails